BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Otitis
media akut (OMA) adalah peradangan akut telinga tengah. Penyakit ini masih
merupakan masalah kesehatan khususnya pada anak-anak. Diperkirakan 70% anak
mengalami satu atau lebih episode otitis media menjelang usia 3 tahun. Penyakit
ini terjadi terutama pada anak dari baru lahir sampai umur sekitar 7 tahun, dan
setelah itu insidennya mulai berkurang
Otitis Media Supuratif Kronis (OMSK)
adalah radang kronis mukosa telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan
riwayat keluar sekret dari telinga tengah lebih dari 2 bulan baik terus menerus
maupun hilang timbul, sifat sekretnya mungkin serous, mukus atau mukopurulen
(Soepardi, 2001). Pada orang awam, penyakit ini lebih dikenal dengan istilah congekan.
Secara umum, prevalensi OMSK di Indonesia adalah 3,8% dan pasien OMSK merupakan
25% dari pasien-pasien yang berobat di Poliklinik THT rumah sakit di Indonesia
(Aboet, 2007). Jumlah penderita ini kecil kemungkinan untuk berkurang bahkan
mungkin bertambah setiap tahunnya mengingat kondisi ekonomi yang masih buruk
serta kesadaran masyarakat akan kesehatan yang masih rendah. Akibatnya, banyak
penderita yang tidak tuntas dalam menjalani pengobatan bahkan ada yang
menganggap bahwa penyakit ini dapat sembuh dengan sendirinya.
1.2
Rumusan Masalah
1. Apa
pengertian dari OMA dan OMSK
2. Bagaimana
etiologi dari OMA dan OMSK
3. Bagaimana
patofisiologi dari OMA dan OMSK
4. Bagaimana
manifestasi klinis dari OMA dan OMSK
5. Bagaimana
penatalaksanaan dari OMA dan OMSK
6. Bagaimana
komplikasi dari OMA dan OMSK
7. Bagaimana
Asuhan Keperawatan dari OMA dan OMSK
1.3
Tujuan
1. Untuk
mengetahui definisi dari OMA dan OMSK
2. Untuk
mengetahui etiologi dari OMA dan OMSK
3. Untuk
mengetahui patofisiologi dari OMA dan OMSK
4. Untuk
mengetahui manifestasi klinis dari OMA dan OMSK
5. Untuk
mengetahui penatalaksanaan dari OMA dan OMSK
6. Untuk
mengetahui komplikasi dari OMA dan OMSK
7. Untuk
mengetahui Asuhan Keperawatan dari OMA dan OMSK
BAB
II
ISI
2.1 Pengertian
A. Otitis
Media Akut (OMA)
Otitis media akut adalah infeksi akut
telinga tengah. Penyebab utamanya adalah masuknya bakteri patogenik kedalam
telinga tengah yang normalnya steril ketika terdapat disfungsi tuba eustakian,
yaitu obstruksi yang disebabkan oleh
infeksi saluran napas atas, inflamasi struktur sekitarnya (sinusitis), atau
oleh reaksi alergi (rhinitis alergi). Organism penyebabnya adalah streptococcus
pneumonia, hemophilus influenza, dan moraxella catarrhalis. Cara masuk bacteria
adalah melalui tuba eustakhian dari sekresi yang terkontaminasi dalam nasofaring.(brunner
& suddarth)
Otitis media akut sering terjadi
akibat infeksi bakteri, biasanya oleh streptococcus pneumonia, haemophilus
influenza, atau staphylococcus aureus. Otitis akut juga dapat terjadi akibat
infeksi virus. Imaturitas system imun atau penyakit refluks gastroesofagus pada
anak kecil juga dapat menjadi penyebabnya. (M. William Schwartz).
Otitis
media akut (OMA) adalah peradangan akut sebagian atau seluruh periosteum
telinga tengah (Kapita selekta kedokteran, 1999).
B. Otitis
Media Supuratif Kronik(OMSK)
OMSK adalah stadium dari penyakit
telinga tengah di mana terjadi peradangan kronis dari telinga tengah dan
mastoid dan membran timpani tidak intak (perforasi) dan ditemukan sekret
(otorea), purulen yang hilang timbul. Istilah kronik digunakan apabila penyakit
ini hilang timbul atau menetap selama 2 bulan atau lebih. (Djaafar, 1997).
Otitis media
superatif kronika (OMSK) atau otitis media perforata (OMP) adalah infeksi
kronis di telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang keluar
dari telinga tengah terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin encer atau
kental, bening atau berupa nanah.
(Soepadi, Arsyad,
E., 1998)
2.2 Etiologi
A.
Otitis Media Akut
Organisme penyebabnya
adalah streptococcus pneumonia, hemophilus influenza, dan moraxella
catarrhalis. Cara masuk bacteria adalah melalui tuba eustakhian dari sekresi
yang terkontaminasi dalam nasofaring.
(brunner & suddarth)
B.
Otitis Media Supuratif Kronik
Patogen tersering yang diisolasi
dari telinga pasien dengan OMSK adalah P.aeruginosa
dan S. aureus. Bakteri anaerob
juga sering ditemukan dalam penelitian. Jamur biasanya jarang muncul kecuali
bila terdapat super infeksi pada liang telinga. (Buchman,2003).
Faktor yang menyebabkan OMA menjadi
OMSK yaitu :
1. Terapi yang terlambat diberikan.
2. Terapi yang tidak adekuat.
3. Virulensi kuman tinggi.
4. Daya tahan tubuh yang rendah (gizi
kurang) atau higiene buruk.
(Soepadi Arsyad, E., 1998)
2.3 Patofisiologi
A.
Otitis Media Akut
Otitis media akut
sering terjadi akibat infeksi bakteri, biasanya oleh streptococcus pneumonia,
haemophilus influenza, atau staphylococcus aureus. Otitis media akut juga dapat
terjadi akibat infeksi virus. Imaturitas system imun atau penyakit refluks
gastroesofagus pada anak kecil juga dapat menjadi penyebabnya. Otitis media
akut terjadi ketika tuba eustachius yang
secara normal mengalirkan sekresi telinga tengah ke tenggorokan menjadi
tersumbat atau penuh sehingga menyebabkan penimbunan sekresi telinga tengah dan
cairan. Ketika tuba eusthacius terbuka kembali, tekanan ditelinga yang
mengalami kongesti tersebut dapat menarik sekresi hidung yang terkontaminasi
melalui tuba eustachius untuk masuk ketelinga tengah sehingga terjadi infeksi.
(buku saku patofisiologi nelson)
B.
Otitis Media Supuratif Kronik
Otitis media akut
dengan perforasi membran tympani menjadi otitis media supuratif kronis apabila
prosesnya sudah lebih dari 2 bulan bila proses infeksi kurang dari 2 bulan disebut
otitis media supuratif sub akut, beberapa faktor yan menyebabkan OMA menjadi
OMSK ialah terapi yang terlambat diberikan, terapi yang tidak adekuat,
virulensi kuman tinggi, daya tahan tubuh pasien rendah (gizi kurang), letak
higiene buruk. (Soepardi, Arsyad, E., 1998)
2.4 Manifestasi Klinis
A.
Otitis Media Akut
a.
Karakteristik bayi adalah tidak dapat
melokasi infeksi
b.
Otitis media biasanya mengikuti infeksi
saluran napas atas dengan karakteristik :
·
Nyeri ditelinga yang terkena
·
Pada bayi atau toddler : demam, rewel,
dan menarik-narik telinga.
·
Kongesti nasal
·
Iritabilitas
·
Batuk
·
Anoreksia
·
Muntah
·
Diare
c.
Bayi akan menunjukan nyeri dengan
menangis dan menggaruk atau menarik telinga yang sakit. Anak-anak lebih besar
akan mengekspresikan keluhan nyeri telinga secara verbal
d.
Pemeiksaan dengan otoskopik
memperlihatkan :
1)
Membrane timpani yang eriema atau
tertekan : penonjolan membrane timpani tanpa tanda yang terlihat jelas,
termasuk tidak adanya reflex terhadap cahaya dan hilangnya mobilitas membrane
timpani
2)
Secret purulen
(Muscari, Mary E)
B.
Otitis Media Supuratif Kronik
1. Perforasi pada marginal atau pada
titik atau sentral yaitu perforasi yang terletak di pers flaksida pada membran timpany.
2. Abses / fistel netro-aurikuler
(belakang telinga)
3. Polip atau jaringan granulasi di
liang telinga luar yang berasal dari dalam telinga tengah.
4. Adanya sekret berbentuk nanah dan
berbau khas.
(Soepadi, Arsyad E, 1998)
2.5 Pemeriksaan Diagnostik
A. Otitis Media Akut
·
Pemeriksaan otoskopi
Memberikan
informasi tentang gendang telinga yang dapat digunakan untuk mendiagnosis
otitis media. Otitis media akut ditandai dengan peninjolan gendang telinga yang
merah pada pemeriksaan otoskopi. Penanda tulang dan reflex cahaya mungkin
kabur.
·
Penggunaan alat pneumonik dengan otoskop
(otoskop pneumatic)
Dengan
menekan balon berisi udara yang dihubungkan ke otoskop, bolus kecil udara dapat
di injeksikan kedalam telinga luar. Mobilitas membrane timpani dapat
diobservasi oleh pemeriksa melalui otoskop. Pada otitis media akut mobilitas
membrane timpani berkuran.
·
Timpanogram
Suatu
oemeriksaan yang mencakup pemasangan sonde kecil pada telinga luar dan
oengukuran gerakan membrane timpani (gendang telinga) setelah adanya tonus yang
terfiksasi, juga dapat digunakan untuk mengevaluasi mobilitas membrane timpani.
Pada otitis media akut mobilitas gendang telinga berkurang.
·
Pemeriksaan audiologi
Memperlihatkan
deficit pendengaran, yang merupakan indikasi penimbunan cairan (infeksi atau
alergi)
·
Uji sensivitas dan kultur dapat
dilakukan untuk mengidentifikasi organism pada secret telinga.
·
Pengujian audiometric menghasilkan data
dasar tau mendeteksi setiap kehilangan pendengaran sekunder akibat infeksi
berulang.
B.
Otitis Media Supuratif Kronik
Untuk melengkapi
pemeriksaan, dapat dilakukan pemeriksaan klinik sebagai berikut:
·
Pemeriksaan Audiometri
Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK
biasanya didapati tuli konduktif. Tapi dapat pula dijumpai adanya tuli
sensotineural, beratnya ketulian tergantung besar dan letak perforasi membran
timpani serta keutuhan dan mobilitas sistim penghantaran suara ditelinga
tengah.
·
Pemeriksaan
radiologi
Pemeriksaan
radiografi daerah mastoid pada penyakit telinga kronis nilai diagnostiknya
terbatas dibandingkan dengan manfaat otoskopi dan audiometri. Pemerikasaan
radiologi biasanya mengungkapkan mastoid yang tampak sklerotik, lebih kecil
dengan pneumatisasi leb ih sedikit dibandingkan mastoid yang satunya atau yang
normal. Erosi tulang, terutama pada daerah atik memberi kesan kolesteatom
Proyeksi radiografi yang sekarang biasa digunakan adalah:
1.
Proyeksi Schuller, yang memperlihatkan luasnya pneumatisasi
mastoid dari arah lateral dan atas. Foto ini berguna untuk pembedahan karena
memperlihatkan posisi sinus lateral dan tegmen. Pada keadaan mastoid yang
skleritik, gambaran radiografi ini sangat membantu ahli bedah untuk menghindari
dura atau sinus lateral.
2.
Proyeksi Mayer
atau Owen, diambil dari
arah dan anterior telinga tengah. Akan tampak gambaran tulang-tulang
pendengaran dan atik sehingga dapat diketahui apakah kerusakan tulang telah
mengenai struktur-struktur.
3.
Proyeksi Stenver, memperlihatkan gambaran sepanjang piramid
petrosus dan yang lebih jelas memperlihatkan kanalis auditorius interna,
vestibulum dan kanalis semisirkularis. Proyeksi ini menempatkan antrum dalam
potongan melintang sehingga dapat menunjukan adanya pembesaran akibat
kolesteatom.
4.
Proyeksi Chause III, memberi gambaran atik secara longitudinal
sehingga dapat memperlihatkan kerusakan dini dinding lateral atik.
Politomografi dan atau CT scan dapat menggambarkan kerusakan tulang oleh karena
kolesteatom, ada atau tidak tulang-tulang pendengaran dan beberapa kasus
terlihat fistula pada kanalis semisirkularis horizontal. Keputusan untuk
melakukan operasi jarang berdasarkan hanya dengan hasil X-ray saja. Pada
keadaan tertentu seperti bila dijumpai sinus lateralis terletak lebih anterior
menunjukan adanya penyakit mastoid.
·
Bakteriologi
Walapun perkembangan
dari OMSK merupakan lanjutan dari mulainya infeksi akut, bakteriologi yang
ditemukan pada sekret yang kronis berbeda dengan yang ditemukan pada otitis
media supuratif akut. Bakteri yang sering dijumpai pada OMSK adalah Pseudomonas
aeruginosa, Stafilokokus aureus dan Proteus. Sedangkan bakteri pada OMSA
Streptokokus pneumonie, H. influensa, dan Morexella kataralis. Bakteri lain
yang dijumpai pada OMSK E. Coli, Difteroid, Klebsiella, dan bakteri anaerob
adalah Bacteriodes sp. Infeksi telinga biasanya masuk melalui tuba dan berasal
dari hidung, sinus parasanal, adenoid atau faring. Dalam hal ini penyebab
biasanya adalah pneumokokus, streptokokus, atau hemofilius influenza. Tetapi
pada OMSK keadaan ini agak berbeda. Karena adanya perforasi membran timpani,
infeksi lebih sering berasal dari luar yang masuk melalui perforasi tadi
(Ballenger JJ, 1997).
·
Otoskop
untuk melihat
perforasi membran timpani.
2.6 Penatalaksanaan
A. Otitis
Media Akut
·
Diagnosis dengan penatalaksanaan nyeri
dengan asetaminofen atau analgesic lain direkomendasikan untuk otitis media
akut
·
Otitis media akut biasanya diobati
dengan antibiotic walaupun periode menunggu dengan waspada mungkin tepat.
Episode berulang otitis media akut dapat menyebabkan pemasangan slang
timpanostomi sebagai upaya untuk mencegah infeksi diwaktu yang akan dating
·
Otitis eksterna diobati dengan tetes
anti inflamasi, tetes anti mikroba, atau keduanya
(buku
saku ptofisiologi corwin)
Penatalaksanaan keperawatan
1. Kaji
anak terhadap demam dan tingkat nyeri, dan kaji adanya komplikasi yang mungkin
terjadi.
2. Berikan
obat sesuai indikasi. Terapi antibiotic, biasanya amoksisilin, masih merupakan
standar pengobatan OMA
3. Turunkan
demam dengan memberikan antipiretik sesuai indikasi dan lepas pakaian anak yang
berlebihan. Berhati-hati untuk mencegah anak dari menggigil.
4. Redakan
nyeri dengan memberikan analgesic sesuai indikasi, tawarkan makan lunak untuk
membantu anak mengurangi mengunyah makanan, dan berikan kompres panas atau
hangat local pada telinga yang sakit
5. Fasilitasi
drainase dengan membaringkan anak pada posisi telinga yang sakit
6. Cegah
kerusakan kulit dengan menjaga telinga eksternal kering dan bersih.
7. Berikan
perawatan praoperatif dan pascaoperatif, jika diperlukan. Adakalanya
myringotomy (insisi pada bagian inferior posterior membrane timpani) mungkin
diperlukan untuk mengalirkan eksudat dan melepaskan tekanan. Tymplanoplasty
ventilating tubes atau pressure equalizing tubes dapat dimasukan kedalam
telinga tengah untuk membentuk saluran pendengaran buatan dengan tekanan yang
seimbang pada kedua sisi membrane timpani.
8. Berikan
penyuluhan pada pasien dan keluarga.
a. Jelaskan
dosis, teknik pemberian, dan kemungkinan efek samping obat.
b. Tekankan
pentingnya menyelesaikan seluruh bagian pengobatan antibiotic.
c. Identifikasi
tanda-tanda kehilangan pendengaran dan menekankan pentingnya uji audiologik,
jika diperlukan.
d. Diskusikan
tindakan-tindakan pencegahan, seperti member anak posisi tegak pada waktu
makan, mengembus udara dengan perlahan, meniup, dan mengunyah permen karet
tanpa gula.
e. Tekankan
perlunya untuk merawat tindak lanjut setelah menyelesaikan terapi antibiotic
untuk memeriksa adanya infeksi persisten.
(Muscari,
Mary E)
B. Otitis
Media Supuratif Kronik
Prinsip
dasar penatalaksanaan medis OMSK adalah (Mills,1997) :
1. Pembersihan telinga secara adekuat
(aural toilet)
2. Pemberian anti mikroba topikal yang
dapat mencapai lokasi dalam jumlah adekut.
3. Bedah
Terapi OMSK tidak jarang memerlukan
waktu lama, serta harus berulang-ulang. Sekret yang keluar tidak cepat kering
atau selalu kambuh lagi, keadaan ini antara lain disebabkan oleh satu atau
beberapa keadaan :
1. Adanya perforasi membran timpani
yang permanen, sehingga telinga tengah berhubungan dengan dunia luar.
2. Terdapat sumber infeksi di faring,
nasofaring, hidung dan sinus paranasal.
3. Sudah terbentuk jaringan patologik
yang ireversibel dalam rongga mastoid.
4. Gizi dan higiene yang kurang.
Pembedahan
pada OMSK
Ada beberapa jenis pembedahan atau
teknik operasi yang dilakukan pada OMSK :
1.
Mastoidektomi
sederhana
Operasi dilakukan pada OMSK tipe
benigna yang dengan pengobatan konservatif tidak sembuh. Dengan tindakan
operasi ini dilakukan pembersihan ruang mastoid dari jaringan patologik.
Tujuannya ialah supaya infeksi
tenang dan telinga tidak berair lagi pada operasi ini fungsi pendengaran tidak
diperbaiki.
2. Mastordektomi radikal
Operasi ini dilakukan pada OMSK
maligna dengan infeksi atau kolesteatom yang sudah meluas. Tujuan operasi ini
adalah untuk membuang semua jaringan patologis dan mencegah komplikasi ke
intrakranial.
3. Mastoidektomi radikal dengan
modifikasi (operasi bondy)
Operasi ini dilakukan pada OMSK
dengan kolesteatom di daerah atik, tetapi belum merusak kavum timpani. Tujuan
operasi ialah untuk membuang semua jaringan patologik dari rongga mastoid, dan
mempertahankan pendengaran yang masih ada.
4.
Miringoplasti
Operasi ini merupakan jenis
timpanoplasti yang paling ringan, dikenal juga dengan nama timpanoplasti tipe
I, rekonstruksi hanya dilakukan pada membran timpani. Tujuan operasi ialah
untuk mencegah berulangnya infeksi telinga tengah pada OMSK tipe benigna dengan
perforasi yang menetap.
5.
Timpanoplasti
Operasi ini dikerjakan pada OMSK
tipe benigna dengan kerusakan yang lebih berat atau OMSK tipe benigna yang
tidak bisa ditenangkan dengan pengobatan medikamentosa. Tujuan operasi ialah
untuk menyembuhkan penyakit serta memperbaiki pendengaran.
(Soepardi, Arsyad, 1997 55-57)
2.7 Komplikasi
A.
Otitis Media Akut
·
Kehilangan Pendengaran
·
Perforasi MT
·
Mastoiditis
·
Kolesteatoma
·
Petrositis
·
Paralisis saraf cranial
·
Labirintitis
·
Meningitis
·
Abses ekstradural/subdural/intracranial
·
Ensefalitis
·
Thrombosis sinus lateralis
·
Hidrosefalus otitis
(Schwartz, M. William)
B.
Otitis Media Supuratif Kronik
Otitis media supuratif mempunyai potensi untuk
menjadi serius karena komplikasinya yang sangat mengancam kesehatan dan dapat
menyebabkan kematian. Tendensi otitis media mendapat komplikasi tergantung pada
kelainan patologik yang menyebabkan otorea. Biasanya komplikasi didapatkan pada
pasien OMSK tipe maligna, tetapi suatu otitis media akut atau suatu eksaserbasi
akut oleh kuman yang virulen pada OMSK tipe benigna pun dapat menyebabkan
komplikasi. Komplikasi intra kranial yang serius lebih sering terlihat pada
eksaserbasi akut dari OMSK berhubungan dengan kolesteatom. Adam dkk
mengemukakan klasifikasi sebagai berikut:
·
Komplikasi di telinga tengah yaitu perforasi persisten, erosi tulang pendengaran
dan paralisis nervus fasial.
·
Komplikasi
telinga dalam yaitu fistel labirin, labirinitis supuratif dan tuli saraf
(sensorineural).
·
Komplikasi ekstradural yaitu abses ekstradural, trombosis sinus lateralis dan
petrositis.
·
Komplikasi ke susunan saraf pusat yaitu meningitis, abses otak dan hidrosefalus
otitis (Helmi S, 1997)
2.8 Asuhan
Keperawatan
A.
Otitis Media Akut
1.
Pengkajian
Data yang
muncul saat pengkajian:
1. Sakit telinga/nyeri
2. Penurunan/tak ada ketajaman
pendengaran pada satu atau kedua telinga
3. Tinitus
4. Perasaan penuh pada telinga
5. Suara bergema dari suara sendiri
6. Bunyi “letupan” sewaktu menguap atau
menelan
7. Vertigo, pusing, gatal pada telinga
8. Penggunaan minyak, kapas lidi,
peniti untuk membersihkan telinga
9. Penggunanaan obat (streptomisin,
salisilat, kuirin, gentamisin)
10. Tanda-tanda vital (suhu bisa sampai
40o C), demam
11. Kemampuan membaca bibir atau memakai
bahasa isyarat
12. Reflek kejut
13. Toleransi terhadap bunyi-bunyian
keras
14. Tipe warna 2 jumlah cairan
15. Cairan telinga; hitam, kemerahan,
jernih, kuning
16. Alergi
17. Dengan otoskop tuba eustacius
bengkak, merah, suram
18. Adanya riwayat infeksi saluran
pernafasan atas, infeksi telinga sebelumnya, alergi
19. Fokus Intervensi
2.
Analisa
Data
Data
|
Masalah
|
Etiologi
|
DS:
-
Klien mengatakan telinganya terasa sakit
-
Klien mengatakan nyeri menyebar hingga ke
kepala sebelah kiri dan di belakang telinga
DO:
-
Klien tampak meringis sembari memegang
telinga kirinya
-
Klien tampak tidak nyaman dengan keadaan
telinganya
-
skala nyeri: 5, nyeri seperti ditekan pada
telinga kiri bagian dalam, nyeri sepanjang waktu
-
telinga kiri klien mengeluarkan cairan
bening, encer, tidak berbau
-
hasil otoskop: perforasi sentral membrane
timpani, membrane tipis dan pucat
-
hasil biakan cairan telinga: ditemukan
bakteri Staphylococcus
aureus
|
inflamasi
|
nyeri
|
DS :
-
Klien mengeluh sudah
1 bulan ini telinga kirinya mengeluarkan cairan
-
Kemungkinan klien
mengeruh telinganya terasa penuh
-
Klien mengatakan
pendengarannya berkurang
DO :
-
Pada telinga klien
terdapat cairan yang purulent
-
Hasil pemeriksaan
othoscope adanya perforasi di pars flaksida dekat gendang telinga
-
Hasil test audiogram
tampak kesan tuli konduktif
|
Gangguan persepsi sensori audiotori
|
Perubahan sensori persepsi
|
DS:
-
klien mengatakan bahwa klien sulit dalam
mendengar apa yang orang bicarakan kepadanya
-
klien mengatakan sulit dalam mendengar
instruksi yang diberikan oleh tenaga kesehatan saat melakukan pemeriksaan
DO:
-
klien tidak dapat mendengar instruksi atau
pertanyaan yang diberikan oleh perawat dengan baik
-
klien melakukan lip reading
|
Gangguan pendengaran
|
Gangguan komunikasi
|
DS :
-
Klien mengatakan sudah
berobat namun tidak ada perubahan
DO:
-
Klien tampak tidak
paham tentang penyakitnya
|
Kurang
pengetahuan
|
kurangnya informasi
tentang penatalaksanaan OMA yang tepat.
|
DS :
-
Klien dan keluarga
klien mengatakan cemas akan nyeri yang dideritanya
DO:
-
Klien dan keluarga
klien terlihat cemas dan takut
|
Cemas
|
Nyeri yang semakin hebat
|
3.
Diagnosa
keperawatan
1) Nyeri
berhubungan dengan proses inflamasi
Tujuan : nyeri yang dirasakan
klien berkurang atau terkendali
Kriteria hasil:
a. Klien
mengatakan nyerinya berkurang/ terkendali
b. Klien
mengikuti regimen resep pengobatan
c. Klien
dapat mendemonstrasikan penggunakan tekhnik relaksasi dan distraksi
Intervensi:
a. Kaji
letak, karakteristik, onset, frekuensi dan kualitas nyeri
b. Observasi
adanya tanda nonverbal klien terhadap nyeri (spt meringis, bagaimana klien
memegang bagian tubuhnya, kontraksi otot, dll)
c. Monitor
TTV klien
d. Kaji
ulang pengalaman klien mengenai nyeri dan metode yang dapat atau tidak dapat
digunakan dalam mengontrol nyeri
e. Berikan
lingkungan yang tenang
f. Bujuk
klien untuk mengekspresikan secara verbal mengenai nyerinya
g. Ajarkan
klien teknik relaksasi dan distraksi
h. Anjurkan
klien untuk beristirahat dengan periode yang adekuat
i.
Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian
analgesic dan antibiotic dalam mengatasi inflamasi
2) Gangguan persepsi sensori auditori berhubungan
dengan perubahan sensori persepsi
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 7×24 jam
Gangguan persepsi sensori (audiotory) pada pasien dapat teratasi
Kriteria hasil :
a. Tidak terdapat otorrhoe yg purulent pada
pasien.
b. Tidak terdapat cairan dari dan di telinga
pasien.
c. Telinga tampak bersih.
Intervensi :
a. Monitor TTV ( S, N, RR, TD ) tiap 8 jam.
b. Lakukan irigasi telinga dengan air hangat.
c. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat
tetes telinga.
d. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian
antibiotika.
3) Gangguan
komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan pendengaran
Tujuan:
a.
Mengkaji bagaimana klien memanajemen komunikasi
dan potensi kesulitan dalam komunikasi
b.
Meningkatkan kemampuan komunikasi klien
c.
Mempromosikan komunikasi yang optimal
Kriteria hasil :
a. Klien
secara verbal mengatakan mengerti mengenai kesulitan dalam berkomunikasi dan
rencana dalam penanganan masalah
b. Klien
tahu metode komunikasi yang dapat digunakan
c. Klien
dapat mendemonstasikan comunikasi verbal dan non verbal
Intervensi:
a. kaji
faktor lingkungan yang dapat ebrdampak pada kemampuan komunikasi (lingkungan
yang ribut, gangguan pendengaran)
b. bina
hubungan saling percaya dan dengarkan dengan hati-hati ungkapan perasaan klien terhadap kondisinya
c. lakukan
komunikasi yang sederhana, gunakan semua mode yang dapat membantu dalam proses
komunikasi seperti gambar atau tulisan
d. Minimalkan
diskusi yang negatif terhadap klien dengan gangguan pendengaran. Hal ini dapat
disalah artikan oleh klien
e. pertahankan
keadaan lingkungan yang tenang, bicara tidak terburu-buru. Berikan waktu untuk
klien merespon
f. pertahankan
kontak mata ketika melakukan komunikasi
4) Kurang pengetahuan berhubungan dengan
kurangnya informasi tentang penatalaksanaan OMA yang tepat.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan Pengetahuan pasien tentang penatalaksanaan OMA meningkat
Kriteria hasil :
a. Pasien menyatakan paham dengan informasi yang
disampaikan perawat
b. Pasien mampu mendemonstrasikan prosedur
pencegahan dan pengobatan dengan tepat.
Intervensi :
a. Kaji tingkat pengetahuan pasien
b. Berikan informasi berkenaan dengan kebutuhan
pasien
c. Susun bersama hasil yang diharapkan dalam
bentuk kecil dan realistik untuk memberikan gambaran pada pasien tentang
keberhasilan
d. Beri upaya penguatan pada pasien
e. Gunakan bahasa yang mudah dipahami
f. Beri kesempatan pada pasien untuk bertanya
g. Dapatkan umpan balik selama diskusi dengan
pasien
h. Pertahankan kontak mata selama diskusi dengan
pasien
i.
Berikan
informasi langkah demi langkah dan lakukan demonstrasi ulang bila mengajarkan
prosedur
j.
Beri
pujian atau reinforcement positif pada klien
5) Cemas berhubungan dengan nyeri yan esmakin
hebat
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 24 jam
diharapkan Kecemasan pasien berkurang / hilang
Kriteria hasil :
a. Pasien dan keluarga tidak cemas
b. Keluarga mau menemani pasien
Intervensi :
a. Berikan
informasi kepada klien seputar kondisinya dan gangguanyang dialami.
b. Diskusikan
dengan klien mengenai kemungkinan kemajuan darifungsi pendengarannya untuk
mempertahankan harapan kliendalam berkomunikasi.
c. Berikan
informasi mengenai kelompok yang juga pernahmengalami gangguan seperti yang
dialami klien untuk memberikandukungan kepada klien.
d. Berikan
informasi mengenai sumber-sumber dan alat-lat yang tersedia yang dapat membantu
klien.
B.
Otitis Media Supuratif Kronik
1. Pengkajian
1. Kaji riwayat infeksi telinga dan
pengobatan
2. Kaji drainage telinga, keutuhan
membran timpani
3. Kaji penurunan / tuli pendengaran
4. Kaji daerah mastoid
2. Analisa Data
NO.
|
Data
|
Etiologi
|
Masalah
|
1.
|
DS:
- Klien
mengatakan telinganya terasa sakit
- Klien
mengatakan nyeri menyebar hingga ke kepala sebelah kiri dan di belakang
telinga
DO:
- Klien
tampak meringis sembari memegang telinga kirinya
- Klien
tampak tidak nyaman dengan keadaan telinganya
- skala
nyeri: 5, nyeri seperti ditekan pada telinga kiri bagian dalam, nyeri
sepanjang waktu
- telinga
kiri klien mengeluarkan cairan bening, encer, tidak berbau
- hasil
otoskop: perforasi sentral membrane timpani, membrane tipis dan pucat
- hasil
biakan cairan telinga: ditemukan bakteri Staphylococcus aureus
|
inflamasi
|
nyeri
|
2.
|
DS:
-
klien mengatakan telinganya terasa berdenging
-
klien mengatakan agak sedikit sulit
dalam mendengar
DO:
-
Tes suara bisikan
Hasil: klien tidak bisa
mendengar bisikan pemeriksa saat melakukan test
-
Rinne’s test
Hasil: pada telinga kiri
klien kurang bisa mendengar suara dengungan garpu tala
-
Audiometri
Hasil: penurunan intensitas
pendengaran dengan frekuensi 25dB (tuli konduktif)
-
telinga kiri klien mengeluarkan cairan
bening, encer, tidak berbau
-
hasil otoskop: perforasi sentral membrane
timpani, membrane tipis dan pucat
|
Infeksidi telinga tengah,
obstruksi oleh cairan telinga, kerusakan di organ pendengaran
|
Perubahan persepsi sensori
|
3.
|
DS:
-
klien mengatakan bahwa klien sulit dalam
mendengar apa yang orang bicarakan kepadanya
-
klien mengatakan sulit dalam mendengar
instruksi yang diberikan oleh tenaga kesehatan saat melakukan pemeriksaan
DO:
-
klien tidak dapat mendengar instruksi atau
pertanyaan yang diberikan oleh perawat dengan baik
-
klien melakukan lip reading
|
Gangguan pendengaran
|
Gangguan komunikasi
|
4.
|
DS:
-
klien mengatakan bahwa klien merasa cemas
dengan keadaannya saat ini
-
klien mengatakan bahwa klien takut akan
kehilangan pendengarannya
-
klien mengatakan bahwa klien cemas jika harus
dioperasi
DO:
-
klien tampak resah dan gelisah
-
klien tidak melakukan kontak mata saat
melakukan anamnesa
-
klien mudah tersinggung jika membahas
mengenai kemampuan pendengarannya
|
Diagnosa, Prognosis,
kemungkinan penurunan pendengaran, prosedur operasi
|
cemas
|
5.
|
DS:
-
klien mengatakan bahwa klien tidak tahu
penyebab sakitnya telinga klien
-
klien mengatakan bahwa klien tidak tahu
mengapa penyakitnya bisa berulang
-
klien mengatakan tidak tahu mengenai
pengobatan dan pencegahan penyakit yang sedang di deritanya
DO:
-
klien tidak tahu mengenai penyakit yang
sedang dideritanya
-
klien tidak paham mengenai cara pencegahan
dan pengobatan OMSK
-
klien tidak tanggap mengenai pentingnya
menyelesaikan regimen pengobatan
|
Kurang terpajan informasi
|
Kurangnya pengetahuan
mengenai pengobatan dan pencegahan penyakit berulang
|
|
DS :
-
Klien mengeluh sudah
1 bulan ini telinga kirinya mengeluarkan cairan
-
Klien mengeluh
vertigo hebat kadang-kadang muncul
DO:
-
Tanda-tanda vital :
-
TD : 110/90 mmHg
-
HR : 100x/menit
-
Hasil pemeriksaan
othoscope adanya perforasi di pars flaksida dekat gendang telinga
-
Hasil radiologi :
mastoid tampak sklerotik akibat erosi oleh kolesteatoma
|
Resiko terjadi injuri / trauma
|
Vertigo
|
3.
Diagnosa
keperawatan
1) Nyeri
berhubungan dengan proses inflamasi
Tujuan : nyeri yang dirasakan
klien berkurang atau terkendali
Kriteria hasil:
a. Klien
mengatakan nyerinya berkurang/ terkendali
b. Klien
mengikuti regimen resep pengobatan
c. Klien
dapat mendemonstrasikan penggunakan tekhnik relaksasi dan distraksi
Intervensi:
a. Kaji
letak, karakteristik, onset, frekuensi dan kualitas nyeri
b. Observasi
adanya tanda nonverbal klien terhadap nyeri (spt meringis, bagaimana klien
memegang bagian tubuhnya, kontraksi otot, dll)
c. Monitor
TTV klien
d. Kaji
ulang pengalaman klien mengenai nyeri dan metode yang dapat atau tidak dapat
digunakan dalam mengontrol nyeri
e. Berikan
lingkungan yang tenang
f. Bujuk
klien untuk mengekspresikan secara verbal mengenai nyerinya
g. Ajarkan
klien teknik relaksasi dan distraksi
h. Anjurkan
klien untuk beristirahat dengan periode yang adekuat
i.
Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian
analgesic dan antibiotic dalam mengatasi inflamasi
2) Perubahan
persepsi dan sensori berhubungan dengan Infeksi di telinga tengah, obstruksi
oleh cairan telinga, kerusakan di organ pendengaran
Tujuan : Mempertahankan
kebersihan dan kemampuan mendengar klien
Kriteria hasil :
a. Kemampuan
mendengar klien dapat dipertahankan
b. Telinga
klien bersih
Intervensi:
a. Identifikasi
alasan yang mendasari gangguan persepsi pada klien, catat faktor yang
berhubungan.
b. Perhatikan
faktor resiko yang dapat menyebabkan terganggunya kemampuan persepsi sensori
klien (gangguan telinga tengah).
c. Kurangi
stimulus atau keributan seperti alaram, sinyal monitor, kebisingan alat, jika
bisa.
d. Ajarkan
klien perawatan telinga yang sesuai indikasi.
e. Diskusikan
rejimen pengobatan
f. Perbaiki
cara komunikasi dengan bicara pelan didekat klien dan tidak berteriak- teriak.
3) Gangguan
komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan pendengaran
Tujuan:
a. Mengkaji
bagaimana klien memanajemen komunikasi dan potensi kesulitan dalam komunikasi
b. Meningkatkan
kemampuan komunikasi klien
c. Mempromosikan
komunikasi yang optimal
Kriteria hasil :
a. Klien secara verbal
mengatakan mengerti mengenai kesulitan dalam berkomunikasi dan rencana dalam penanganan masalah
b. Klien
tahu metode komunikasi yang dapat digunakan
c. Klien
dapat mendemonstasikan comunikasi verbal dan non verbal
Intervensi:
a. kaji
faktor lingkungan yang dapat ebrdampak pada kemampuan komunikasi (lingkungan
yang ribut, gangguan pendengaran)
b. bina
hubungan saling percaya dan dengarkan dengan hati-hati ungkapan perasaan klien terhadap kondisinya
c. lakukan
komunikasi yang sederhana, gunakan semua mode yang dapat membantu dalam proses
komunikasi seperti gambar atau tulisan
d. Minimalkan
diskusi yang negatif terhadap klien dengan gangguan pendengaran. Hal ini dapat
disalah artikan oleh klien
e. pertahankan
keadaan lingkungan yang tenang, bicara tidak terburu-buru. Berikan waktu untuk
klien merespon
f. pertahankan
kontak mata ketika melakukan komunikasi
4) Cemas
berhubungan dengan Diagnosa, Prognosis, kemungkinan penurunan pendengaran,
prosedur operasi
Tujuan:
a. Mengkaji
tingkat kecemasan
b. Membantu
klien dalam mengidentifikasikan perasaan dan berhubungan dengan masalah
c. Membantu
klien dalam menggunakan koping yang adaptif
Kriteria hasil:
a. Klien
tampak rileks dan mengatakan bahwa kecemasannya berkurang
b. Klien
dan keluarga dapat mengidentifikasikan cara yang sehat dalam mengekspresikan
kecemasannya
a. Bina
hubungan saling percaya
b. Kaji
tingkat kecemasan klien
c. Identifikasi
persepsi klien dan keluarga mengenai kemungkinan terburuk yang dapat terjadi
d. Catat
adanya penggunaan obat-obatan, alcohol, insomnia, kurangnya interaksi yang
dapat menjadi indicator penggunaan koping maladaptive dalam mengatasi masalah
e. Identifikasi
kemampuan koping klien
f. Bantu
klien dalam mengeksoresikan perasaanya
g. Bantu
klien dalam mempelajari koping yang baru
h. Anjurkan
kepada klien untuk menggunakan koping yang adaptif
5) Kurang
pengetahuan berhubungan dengan kurangnya terpajan informasi
Tujuan:
a. Mengkaji
tingkat kemampuan klien dalam belajar
b. Meningkatkan
pengetahuan klien tentang penyakit, proses pengobatan dan cara pencegahan
penyakit berulang
Kriteria hasil :
a. Klien berpartisipasi
dalam proses pembelajaran
b. Klien
mengatakan tahu dan mengerti mengenai kondisi/ proses penyakit, pengobatan dan
pencegahan penyakit berulang
c. Klien
adapat menjelaskan prosedur yang diperlukan dengan benar, dan dapat menjelaskan
tujuan ari tindakan tersebut
Intervensi:
a. Kaji
tingkat pengetahuan klien dan keluarga mengenai penyakit dan proses pengobatan
b. Kaji
kemampuan klien untuk belajar
c. Berikan
kondisi lingkungan yang tenang
d. Identifikasi
informasi yang perlu untuk diingat oleh klien
e. Diskusikan
mengenai penyakit, proses pengobatan dan cara pencegahan berulang dengan klien
f. Evaluasi
pemahaman klien terhadap materi
g. Berikan
reinforcement positif
6) Resiko
terjadi injuri / trauma berhubungan dengan ketidakseimbangan labirin : vertigo
Tujuan : Setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 24 jam diharapkan resiko injuri/trauma dapat
teratasi
Kriteria hasil :
a. TD
normal (120/80 mmHg)
b. HR :
80-100x/mnt
c. Pusing
berkurang
d. Pasien
tidak mengalami injuri
Intervensi :
a. Kaji
ketidakseimbangan tubuh pasien
b. Observasi
tanda vital
c. Beri
lingkungan yang aman dan nyaman
d. Anjurkan
teknik relaksasi untuk mengurangi pusing
e. Penuhi
kebutuhan pasien
f. Libatkan
keluarga untuk menemani saat pasien bepergian
g. Kolaborasi
pemberian analgetik
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Otitis
media akut adalah infeksi akut telinga tengah. Penyebab utamanya adalah
masuknya bakteri patogenik kedalam telinga tengah yang normalnya steril ketika
terdapat disfungsi tuba eustakian, yaitu
obstruksi yang disebabkan oleh infeksi saluran napas atas, inflamasi
struktur sekitarnya (sinusitis), atau oleh reaksi alergi (rhinitis alergi).
Organism penyebabnya adalah streptococcus pneumonia, hemophilus influenza, dan
moraxella catarrhalis. Cara masuk bacteria adalah melalui tuba eustakhian dari
sekresi yang terkontaminasi dalam nasofaring.
(brunner & suddarth)
Otitis
media superatif kronika (OMSK) atau otitis media perforata (OMP) adalah infeksi
kronis di telinga tengah dengan perforasi membran timpani dan sekret yang
keluar dari telinga tengah terus menerus atau hilang timbul. Sekret mungkin
encer atau kental, bening atau berupa nanah.
(Soepadi, Arsyad,
E., 1998)
BAB
IV
DAFTAR
PUSTAKA
Schwartz,
M. William, Pedoman klinis pediatric, Jakarta : ECG, 2005
Muscari,
Mary E, Keperawatan Pediatrik, Edisi 3, Jakarta : ECG, 2005
Ilmu
Kesehatan Anak Nelson. Vol. 2 / editor, Richard E. Behman, Jakarta : EGC, 2000
Soepardi, Arsyad, E., 1998, Buku
Ajar Ilmu Penyakit Telinga-Hidung-Tenggorokan, FKUI, Jakarta.
Mills,R.P.1997. Management of
Chronic Suppurative Ototis Media. In:scott-browns Otolaryngology.6th
Ed.Booth,J.B(Eds) Oxford:Butterworth-Heinemann.Pp:3/10/1-8
Buchman,C.A.et al.2003.Infection of The Ear.In:Essencial
Otolaryngology Head and Head Surgery .8th Ed.Lee,K.J (Eds) New York:Mc-Graw Hill Pp:484-6
Efiaty Arsyad, S, Nurbaiti
Iskandar, Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan,
Edisi III, FKUI,1997.
Doenges.
1999. Rencana Asuhan Keperawatan.
Jakarta: EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar